Saturday, November 14, 2009

Sejarah Tata Ibadah HKBP Bag IV

Tata Ibadah Hari Minggu HKBP :
Sejarah, Teologi Dan Pemakaiannya


4. Agenda 1904 dan Agenda HKBP terkini 1998.

Melihat susunan mata acara ibadah 1904 tersebut di atas, jika dibandingkan dengan susunan mata acara ibadah dalam Agenda edisi terkini , misalnya edisi 1998 , maka beberapa diantaranya punya tempat yang tetap, tetapi ada pula yang sudah bergeser, ada penambahan, pengurangan, bahkan ada pula penghapusan.

Pertama, dalam satuan Votum: dalam Agenda 1904 ( nomor 1 – 5 ), mata acara no. 4 dan 5 sudah ditiadakan dalam Agenda 1998; mungkin sebagai gantinya dalam Agenda 1998 ialah mata acara no 3 di mana jemaat menyambut votum ( dan introitus ) dengan menyanyian Haleluya 3 kali.

Kedua, mata acara tentang pembacaan Hukum Taurat ( Dasa Titah ) berada dalam posisi yang sama dalam kedua Agenda, di mana tempatnya sesudah satuan mata acara yang termasuk bagian votum dan introitus ( Agenda 1904 dalam nomor 5-6 ) sedang dalam Agenda 1998 dalam nomor 6-7 ). Sebagai catatantambahan: mata acara ini tidak disinggung oleh F.Tiemeyer dalam paparannya tahun 1936 itu. Mungkin perlu juga mencari alasan mengapa beliau tidak membuat refleksi teologis – praktisnya. Apakah ada keinginan untuk menghilangkannya dari mata acara ibadah? Cuma ada juga perubahan dalam mata acara ( no. 8 ) menyanyi dalam Agenda 1904, di mana beberapa nyanyian tertentu sudah dipilih untuk menyambut Hukum Taurat Tuhan, sedangkan dalam Agenda 1998 nyanyian tersebut dapat dipilih sesuai dengan fungsinya.

Ketiga, satuan mata acara berikut ialah tentang pengakuan dosa serta janji penghapusan dosa ( Agenda 1904, mata acara nomor 9-11 dan Agenda 1998,mata acara 9-11 ). Dalam kedua Agenda tersebut mata acara ini ditempatkan sesudah mendengar Hukum Taurat. Namun dalam mata acara tentang janji penghapusan dosa, Agenda 1904 telah menyusun doa tertentu :”Molo itatopoti angka dosanta …!” Doa ini dapat juga diganti oleh salah satu doa yang tersedia dalam bagian II.C. Doa tersebut sudah dihilangkan dalam Agenda 1998. Perubahan lain yang terjadi diantara kedua Agenda tersebut ialah dalam hal menyanyikan nyanyian menyambut mata acara pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa. Agenda 1904 ( mata acara nomor 11 ) mencantumkan nyanyian tertentu yaitu :”Amen, Amen, Amen, na tutu do I, Sai marhasonangan na porsea i. Sesa do dosana, salelengna I, Lehonon ni Jesus, haposanta i!” Agenda 1998 tidak membatasinya, artinya bisa diambil nyanyian yang sesuai dengan mata acara tersebut.

Keempat, satuan tentang pembacaan firman Allah ( Epistel ) ditempatkan sesudah pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa dalam kedua Agenda tersebut ( Agenda 1904 dalam mata acara nomor 12-14, dan dalam Agenda 1998 dalam mata acara nomor 12-13 ). Dalam Agenda 1904, jemaat menyambut pembacaan firman dengan nyanyian yang sudah ditentukan dalam Agenda, yaitu :”Hatami ale Tuhanku, arta na ummarga etc.” Agenda 1998 tidak membatasinya.

Kelima, satuan mata acara berikut untuk kedua Agenda ialah jemaat mengucapkan Pengakuan Percaya Rasuli ( Agenda 1904,nomor 15-16 dan Agenda 1998,nomor 14 ). Tetapi Agenda 1998 telah menambahkan kalimat ajakan liturgis untuk pengucapan secara bersama melalui kalimat berikut : “….. songon na hinatindanghon ni donganta sahaporseaon di sandok portibi on. Rap ma hita mandok: …” Agenda 1904 menyebutkan beberapa nyanyian ( 5 nynyian ) untuk menguatkan pengakuan percaya jemaat tersebut, dan Agenda 1998 tidak membatasinya.

Keenam, ada perbedaan yang signifikan dalam mata acara berikutnya. Agenda 1904 ( mata acara nomor 17-19 ) menempatkan mata acara untuk khotbah yang didahului oleh doa peneguhan akan janji Allah yang telah memberikan damai sejahteraNya dan akan memberikan-Nya lagi melalui firman Allah yang dikhotbahkan oleh pengkhotbah. Sesudah khotbah, jemaat mendengar “Tingting” ( warta jemaat: mata acara nomor 19 ); kemudian dilanjutkan dengan nyanyian menyambut khotbah dan tingting, dan pada saat bernyanyi jemaat mengumpulkan persembahan ( “durung-durung” ) . Dapat dicatat, bahwa persembahan dilakukan satu kali, dan dalam Agenda 1998 sebanyak dua kali.Dan akhir-akhir ini persembahan sudah dilakukan tiga kali ( tiga kantongan persembahan ). Agenda 1998 menempatkan mata acara tentang “Tingting” ( mata acara nomor 15 ) sesudah mata acara Pengkuan Iman Percaya, kemudian menyanyi sebagai penghantar khotbah ( mata acara nomor 17 ) sambil jemaat mengumpulkan persembahan ( dengan dua kantongan : mata acara nomor 16 ). Khotbah disambut oleh jemaat dengan menyanyi; dan tanpa dicantumkan dalam mata acara 18, jemaat juga mengumpulkan persembahan kedua kali ( dengan satu kantongan ).
Dengan demikian nampak adanya pergeseran tempat dari mata acara “Tingting”: Agenda 1904 menempatkannya sesudah khotbah, sedang Agenda 1998 menempatkanannya sebelum khotbah. Melalui penempatan ini, nampak bahwa Agenda 1904 lebih dekat kepada susunan mata acara ibadah dari Agenda Gereja Injili Union ( Die Evangelische Kirche Der Union di Prusia, Jerman ).

Ketujuh, mata acara ibadah diakhiri dengan doa penutup dan berkat oleh Pendeta yang berkhotbah, namun caranya berbeda-beda. Dalam Agenda 1904 liturgis mengambil sebuah doa yang dapat dipilih dari bagian II E, kemudian mengundang jemaat bersama-sama mngucapkan doa “Bapa Kami..!”, kemudian ditutup dengan pengucapan Berkat ( mata acara 21-22 ), dan jemaat mendengar sebuah nyanyian dari para anak-anak sekolah Dasar ( mata acara 23 ). Dalam Agenda 1998, Pendeta / Liturgis membacakan doa persembahan ( mata acara nomor 19 a ), kemudian membacakan “Doa Bapa Kami” ( mata acara 19b ), dan bagian terakhir dari Doa tersebut dinyanyikan oleh jemaat : “Karena Engkau yang punya kerajaan …” ( mata acara nomor 20 ), dan diakhiri dengan ucapan Berkat ( mata acara nomor 21 ) serta disambut oleh jemaat dengan menyanyikan “Amin, Amin, Amin!” ( mata acara nomor 22 ). Dalam mata acara untuk hari-hari raya gerejawi tertentu ( Paskah dll ), diucapkan juga sebuah doa khusus untuk itu yang diambil dari Agenda bagian II E ), dan tempatnya sebelum pengucapan Doa Bapa Kami.

Kedelapan, dalam Agenda 1904 ada tata ibadah Minggu yang khusus untuk jemaat muda yang dipimpin oleh seorang Guru Jemaat ( Guru ). Ada beberapa mata acara yang ditiadakan, yaitu mata acara tentang votum dan introitus, pengakuan dosa dan janji penghapusan dosa, serta doa yang menghantar Doa Bapa Kami, demikian juga pengucapan Berkat. Besar kemungkinan alasannya ialah bahwa mata acara tersebut hanya dapat dilayankan oleh Pendeta sebagai liturgis. Namun nampak bahwa penghapusan ini sudah mengurangi esensi teologis dari mata acara ibadah itu, dan hal ini tidak disinggung oleh F.Tiemeyer dalam paparannya di atas. Artinya yang dihilangkan itu tidak lagi dihargai sebagai bagian yang esensial dari sebuah ibadah injili. Dalam Agenda 1998, susunan tata ibadah untuk jemaat muda sudah ditiadakan. Namun dalam Agenda 1998, masih ada sisa pemahaman tentang perbedaan pelayanan ibadah oleh pendeta dan non-pendeta. Ini nampak dalam sapaan yang berbeda antara pendeta dan non-pendeta dalam pemberian berkat, antara kata “engkau” / “ho” untuk pendeta sebagai liturgis dan “kita” / “hita” untuk yang non-pendeta ( Guru atau Sintua, atau Diakones atau Bibelvrouw) . Ada baiknya pembedaan ini dipikirkan, apakah pembedaan itu bisa dibenarkan dari sudut teologi Martin Luther, yang menghilangkan pembedaan antara klerus / imam dan non-klerus. Fungsi imam dalam Perjanjian Lama sudah digenapi oleh jabatan rajani setiap orang Kristen dan khusunya oleh ketiga jabatn Yesus Kristus yang sudah bangkit itu.


No comments:

Post a Comment